Wednesday, December 21, 2011

Memanjakan Mata, Lidah, dan Hati di Kota Semarang

Oktober 2011 lalu, saya memaksakan diri untuk bertualang ke Jawa Tengah dari Jakarta, tepatnya ke kota Semarang selama akhir pekan. Ya, perjalanan spontan pertama saya. Berangkat Kamis sore, karena rumah saya berada di perbatasan antara Jakarta dan Bekasi, Pondok Gede, jadi saya berangkat menaiki bus dari Bekasi Barat. Perjalanan yang sangat nyaman dengan harga yang terjangkau, cukup mengeluarkan kocek Rp.110.000. Berangkat pukul 17.00 dan sampai di Semarang pada pukul 02.00 dini hari. Saya hanya sendiri dan setibanya di Jalan Siliwangi, Kali Banteng, saya dijemput oleh pacar saya yang sedang menuntut ilmu di Semarang. Masalah penginapan? Saya tinggal di tempat teman baik saya di daerah Banyumanik. Saya beristirahat sejenak, dan pada malam hari saya baru keliling dari satu tempat ke tempat lain diantar oleh pacar saya.
Tujuan pertama adalah kawasan Kota Tua atau Kota Lama Semarang.  Kawasan Kota Lama Semarang disebut juga Outstadt. Saat saya menapakkan kaki di kawasan ini, saya merasa seperti bukan di Indonesia. Jalanan bukan terbuat dari aspal melainkan konblok. Suasana yang sejuk menjadikan saya betah berada di sana.
Di tempat ini ada sekitar 50 bangunan kuno yang masih berdiri dengan kokoh dan mempunyai sejarah, salah satunya Gereja Blenduk. Sampai sekarang Gereja Blenduk masih sebagai salah satu ikon Kota Tua Semarang. Mengapa disebut Gereja Blenduk? Karena bentuk kubahnya seperti setengah bola. Kata blenduk dalam bahasa Jawa berarti berbentuk “memblenduk” atau lebih tepatnya dalam bahasa Indonesia adalah menggembung. Gereja Blenduk dibangun pada tahun 1750-1753 oleh arsitek H.P.A De Wilde dan W. Westmaas. Sangat disayangkan, saya yang pada malam hari menikmati Kota Lama hanya dapat berfoto di depan gerejanya saja.

(Depan Gereja Blenduk)
Setelah berkeliling, saya menyempatkan diri untuk mencicipi makanan khas kota Semarang, lumpia, di Pandanaran. Setelah itu, saya berkeliling kota Semarang hingga larut dan kembali ke rumah teman baik saya.
Keesokan harinya, pagi-pagi saya sudah diajak berkeliling oleh teman-teman mencari sarapan. Diboyong ke warung kecil dan sederhana di Gombel. Saya memesan tahu campur. Saya pikir, tahu campur Semarang sama dengan tahu campur Surabaya yang biasa saya makan, ternyata ini berbeda. Ditemani dengan tempe goreng, bakwan, dan kerupuk, saya sangat menikmati tahu campur Semarang dengan harga yang sangat murah, Rp8.000 saja. Kuliner yang sungguh enak.


(Warung Penjual Tahu Campur dan Pecel)



(Tahu Campur Semarang)
Setelah itu, diculiklah saya untuk mengelilingi Kampus Universitas Diponegoro Tembalang. Saya dan teman-teman berencana untuk pergi ke Solo pada sore hari, kebetulan pada saat itu hari Sabtu. Akhirnya, kami pergi ke kota Solo bersama pacar dan teman-temannya menaiki mobil pribadi. Menempuh perjalanan kurang lebih 2 jam, perhatian saya tertuju pada warung tenda sepanjang pinggir jalan. Ya, warung susu murni. Kami pun berhenti di salah satu warung susu tenda tersebut di Solo Baru. Saya memesan susu cokelat murni hangat. Rasanya memang benar-benar hangat di tenggorokan. Setelah menghabiskan satu gelas susu murni dengan harga Rp.4.000 dan camilan-camilan yang tersedia, kami melanjutkan perjalanan menuju Keraton Surakarta. Jam menunjukkan pukul 22.00.
Lagi, lagi, kami terhenti pada suatu tempat ramai dan banyak pengunjung. Salah satu brand ternama sebuah rokok mengadakan event di sana.Games! Dengan muka sumringah kami segera mencoba beberapa permainan yang ada. Bertanding sepak bola di Play StationUno statis, dan Othello. Bukan hanya asal mainan tetapi menggunakan strategi (ssttt, saya kalah main Othello melawan pacar saya, ha ha ha). Pemenang dari permainan tersebut mendapat sebuah mug lucu. Malam minggu yang unik dan menyenangkan hati.



(Othello, dan saya kalah)


(Saya dan  teman-teman)
Beberapa jam bermain hingga pukul 00.30, cacing-cacing di perut kami meminta jatah makan malam. Kami segera meluncur ke Jalan Veteran depan keraton. Nasi liwet seharga Rp.5.000 dengan lauk telur, suwiran ayam, tahu, sayur labu, dan disiram dengan kuah santan, sangat memanjakan lidah dan perut kami. Duduk lesehan beralaskan tikar sambil menikmati angin malam di Solo. Ah, sungguh indah malam itu. Senyuman dan tawa saya juga teman-teman yang humoris mengiasi perjalanan.


(Nasi Liwet)

Minggu pagi, saya sudah bersiap untuk membeli oleh-oleh, sebelumnya saya ditemani pacar saya berhenti untuk memanjakan perut di restoran. Kami berdua mencicipi soto di daerah Bangkong. Lidah saya menari saat mencicipi semangkuk soto seharga Rp.12.000. Sungguh nikmat apalagi makan ditemani dengan seseorang yang kita cintai. 


(Soto Bangkong)

Perut kenyang dan hati senang, kami segera meluncur ke pusat oleh-oleh di daerah Pandanaran. Membeli lumpia, bandeng, wingko, dan oleh-oleh lain yang ingin saya bagikan saat saya kembali ke riuhnya kota kelahiran saya, Jakarta.
Malam hari, saya menaiki bus berangkat dari Jalan Dr. Cipto, Semarang menuju Bekasi Barat dan tiba pukul 06.00 pagi keesokan harinya.
Benar-benar akhir pekan yang sangat menyenangkan. Memanjakan mata, lidah, dan hati di Kota Semarang. Terima kasih teman-teman yang telah menemani liburan spontan saya di sana. Sampai jumpa di #MySpontaneousTrip selanjutnya.
ENJOY!
Cheers, Danke!